Rabu, 11 November 2009

SENI DAN BUDAYA




Perlu kita ketahui bersama Kota Probolinggo adalah kota yang memiliki berbagai macam potensi dasar dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam aspek dan potensi yang dimiliki seperti potensi perikanan, pertanian dan kebudayaan. Potensi tersebut adalah suatu aset yang dimiliki Probolinggo untuk membangun Kota Probolinggo yang kita cintai ini. Jika kita berbicara tentang Kebudayaan, Kebudayaan adalah asset yang sangat peka dan wajib dimiliki oleh setiap daerah karena Budaya sendiri adalah suatu hasil dari pola tingkah laku yang didapat dan disampaikan melalui berbagai macam bentuk, seperti melalui Kesenian, Adat istiadat bahkan Kebiasaan yang sudah mendarah daging dan membentuk suatu kepribadian yang dilakukan baik individu maupun kelompok tertentu.
Hal ini senada dengan Drs Priyono yang menegaskan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang pasti dimiliki oleh semua daerah, termasuk Kota Probolinggo. Pemikiran bahwa kebudayaan sebagai aset pariwisata daerah sangat perlu dimantabkan, karena kebudayaan yang ada tidak sekedar yang tumbuh dari masyarakat, tetapi harus dibangun dikembangkan, Beberapa unsur kebudayaan yang ada di kota ini, hampir semuanya berpotensi menjadi materi pariwisata. Sebagaimana yang dinyatakan kebudayaan adalah sistem tingkahlaku yang telah diatur bersama dan didukung oleh pemikiran dan nilai-nilai yang mempunyai beberapa fungsi untuk mengawal dan mengatur kehidupan individu dan masyarakat.
Setelah memahami apa arti sebenarnya dari Kebudayaan maka sudah sepatutnya kita mengetahui Seni dan Budaya apa saja yang sebenarnya sudah dimiliki oleh Kota Probolinggo yang mampu menumbuh kembangkan aspek Pariwisata. Baik dari sisi Kesenian, Tradisi hingga Adat istiadat.

Jaran Bodhak, dalam terminologi bahasa Jawa “Jaran” berarti kuda dan “bodhak” (bahasa Jawa dialek Jawa Timur, khususnya wilayah Timur) berarti wadah, bentuk lain. Walaupun belum diketahui angka tahun yang pasti sejak kapan kesenian “Jaran Bodhak” ini mulai diciptakan dan dikenal oleh masyarakat Kota Probolinggo, namun dari beberapa sumber diketahui bahwa “Jaran Bodhak” diciptakan oleh orang-orang Kota Probolinggo pada zaman awal kemerdekaan.
Pada waktu itu orang-orang Probolinggo, terutama orang-orang pinggiran dan miskin mendambakan suatu seni pertunjukkan. Seni pertunjukkan yang populer di kalangan masyarakat Kota Probolinggo adalah “Jaran Kecak”, yakni kuda (jaran) yang “ngencak” (menari). “Jaran Kencak” sebutan dalam dialek lokal untuk menyebut “Kuda Menari”, sejenis pertunjukkan yang menggunakan kuda yang dilatih khusus untuk menari dan dirias dengan pakaian serta aksesoris lengkap.
Pada kalangan masyarakat miskin, yang karena kemiskinannya mereka tidak mampu memiliki atau menyewa kuda untuk “Jaran Kencak” ini, mereka membuat modifikasi Jaran Kencak dengan jaran (kuda) tiruan. Terbuat dari kayu menyerupai kepala kuda sampai leher, kemudian leher kuda kayu itu disambung dengan peralatan lengkap dengan aksesoris mirip “Jaran Kencak” asli, yang memungkinkan seseorang dapat berdiri di dalam dan dikelilingi aksesoris kuda. “Penunggang” kuda seolah-olah naik kuda, padahal ia berdiri dan berjalan (dengan kaki sendiri ) dengan menyangga leher kepala kuda lengkap dengan aksesorisnya sehingga dari jauh mirip orang yang naik “Jaran Kencak”. Itulah “Jaran Bodhak”.
Pada masa kini (Kota Probolinggo masa kini) “Jaran Bodhak” masih populer di kalangan masyarakat Kota Probolinggo. Dan kesenian ini biasanya digunakan untuk mengiringi dan mengarak hajatan Temanten Sunat.
Menurut Bpk. Priyono bentuk penyajian kesenian ini adalah arak –arakan di jalan maupun di halaman. Sebuah kesenian tradisi yang tumbuh dan berkembang di mayarakat yang sampai sekarang masih aktif mengadakan kegiatan pembinaan dan pementasan. Penyajian kesenian ini diiringi musik kenong telo’yang dibawakan oleh empat orang, yang terdiri dari kenong, gong, kendang, dan sronen. Pembawan Jaran Bodag oleh dua orang yang disebut janis dan penunggang jaran. Dalam penyajian juga ditampilkan tembang – tembang tradisi khas jaran bodag. Pakaian jaran bodag sangat gemerlapan, menarik, unik, yang didesain sendiri oleh pemiliknya dengan segala kemampuan estetiknya.
Siapapun bisa naik jaran bodag, karena gerakannya tidak rumit, tinggal mengikuti irama yang muncul dari musik kenong telo’, penonton yang ingin mencoba tidak akan kesulitan. Keberadaan Kesenian Jaran Bodag ini merata diseluruh Kecamatan Kota Probolinggo

Ludruk, merupakan satu bentuk pementasan drama kehidupan yang disajikan dengan pendekatan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Lain halnya dengan kesenian ketoprak yang dalam penyajiannya menampilkan cerita legenda atau sejarah yang dikemas apik dengan memakai busana dan bahasa jawa, ludruk lebih mengedepankan cerita heroik dengan setting kebanyakan mengenai kehidupan masyarakat Jawa Timur.
Ludruk tumbuh dan berkembang hampir di semua daerah di Jawa timur bagian timur, termasuk di daerah Probolinggo. Tampilan ludruk khas Probolinggo jelas memiliki perbedaan dibandingkan dengan ludruk-ludruk Surabaya atau daerah lainnya, yakni pada bahasa yang dipakai. Ludruk di Probolinggo menggunakan bahasa Jawa Ngoko yang dicampur dengan bahasa Madura Pesisiran, baik dalam bentuk kidungan ataupun dialog para pemainnya.
Walaupun dari segi bahasa yang dipakai berbeda, tetapi dalam hal pakem masih memiliki cerita yang sama. Hanya di beberapa bagian atau adegan diselipkan adegan tambahan yang bercirikan Probolinggo. Dan kesenian ludruk ini sering ditemui pada acara-acara hajatan.
Menurut Drs. Priyono Ludruk merupakan Seni pertunjukan yang lebih menonjolkan drama kehidupan sehari hari dengan model garap lawakan, Walaupun Ludruk juga kadang membawakan cerita legenda dan sejarah, keberadaannya cukup mewarnai dan menjadi hiburan masyarakat yang menarik.
Ludruk adalah kesenian tradisi yang masih hidup di kota probolinggo, kesenian peran yang bisa menggunakan segala bahasa, jawa, madura, Indonesia atau inggris sekalipun, juga enak dan pantas-pantas saja ketika menggunakan bahasa campuran. Pada waktu lalu, Ludruk juga sering dipakai untuk alat penerangan dan sosialisai program-program pembangunan bagi masyarakat Kota.

Tradisi Ojung adalah tradisi saling pukul badan dengan menggunakan senjata rotan yang dimainkan oleh dua orang. Kedua peserta ojung akan saling bergantian memukul tubuh lawannya. Jika peserta satu memukul, maka lawannya akan berusaha menangkis dan menghindar.
Tradisi ini memang mirip dengan olahraga Anggar, dimana warga diajak beradu teknik dan kemampuan saling memukul dengan menggunakan sebilah rotan. Terdapat aturan permainan dalam tradisi ini, yakni setiap pemain memiliki jatah memukul dan menangkis masing-masing 3 kali. Bagi siapa yang banyak mengenai lawannya ketika memukul maka dialah yang menang.
Tradisi ini memiliki tujuan untuk menghindari datangnya bencana alam atau tolak bala dan selalu diselenggarakan pada setiap tahun. Keunikan lainnya dari tradisi ini adalah sebelum acara dimulai warga selalu melakukan ritual terlebih dahulu berupa permohonan doa kepada yang Maha Kuasa, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tanpa ganjalan yang tidak diinginkan.

Karapan Sapi Brujul sebenarnya bermula dari keseharian petani membajak sawahnya. Kemudian dikembangkan menjadi perlombaan yang diadakan pada setiap musim tanam padi tiba. Karapan Sapi Brujul ini dilaksanakan di area persawahan.
Setiap sapi yang memenangkan perlombaan Karapan Sapi Brujul, dapat dipastikan memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Sehingga sapi yang mengikuti perlombaan ini dipastikan memiliki kualitas yang cukup baik. Tidak heran jika perlombaan ini sampai mengeluarkan biaya yang cukup besar.
Karena antusias masyarakat yang cukup besar, Karapan Sapi Brujul ini dijadikan sebagai obyek wisata Kota Probolinggo. Sekarang ini perlombaan tersebut tidak lagi dilaksanakan pada musim tanam padi saja, namun di luar musim tersebut juga sering diselenggarakan.

Karapan Kambing, sebenarnya bermula dari sekedar menjadi obat kejenuhan dalam keseharian setelah menjalani kewajiban sebagai petani atau pedagang. Karapan Kambing ini merupakan perlombaan yang digelar setiap satu tahun sekali.
Sama seperti halnya karapan sapi, kambing-kambing ini menggunakan kaleles (rangka kayu yang diikatkan ke badan kambing), lalu kemudian diadu kecepatan dengan lawan pasangan lainnya.
Dalam Karapan Kambing, kambing-kambing yang dilombakan tidak dibedakan berdasarkan ukurannya baik besar atau kecil. Semua adalah kambing dengan jenis kelamin betina.
Ketika berada di arena perlombaan, kambing-kambing ini dilengkapi dengan beberapa peralatan. Beberapa peralatan yang digunakan diantaranya adalah jepitan telinga kambing, rekeng (sejenis bandulan tapi terpaku), kaleles, kalonongan (terbuat dari keleng kecil biasanya bekas dari korek api. Dan peralatan yang terpenting sebenarnya adalah balsam dan minyak angin. Karena pada beberapa bagian tubuh kambing akan dilumuri balsam dan minyak angin sehingga kambing tersebut akan merasakan kepanasan dan akan berlari kencang sekuat tenaga.
Ciri dari kambing karapan yang bagus terletak pada bentuk kepala yang cenderung kecil, badan lurus, pangkal kaki depan tampak besar, posisi badan seperti nungging, usia minimal 3 bulan dan belum beranak. Postur yang demikian yang sering menang dalam perlombaan karapan kambing ini.

Tradisi Sya’banan. Tradisi ini berasal dari masyarakat yang bertujuan untuk menyambut hadirnya bulan puasa. Biasanya pada tanggal 15 bulan Sya’ban (15 hari sebelum bulan puasa tiba) masyarakat hadir dengan membawa makanan dan bersuka cita sambil duduk-duduk di tepian pantai menikmati panorama laut yang tertimpa sinar bulan purnama. Tradisi seperti ini sudah dilakukan oleh masyarakat setiap tahun.
Petik Laut. Setiap tahunnya para nelayan yang tergabung di dalam Paguyuban Nelayan selalu mengadakan kegiatan ritual yang telah ditetapkan menjadi event tahunan oleh Pemerintah Kota Probolinggo yaitu kegiatan Petik Laut. Kegiatan ini melambangkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh umat. Selain itu kegiatan ini bertujuan untuk tetap melestarikan budaya gotong royong dan kebersamaan yang telah diwariskan secara turun-temurun dari para leluhur sehingga menjadi tradisi di daerah sepanjang pesisir pantai Kota Probolinggo.
Lomba Perahu Hias. Masyarakat pesisir secara beriringan berlomba menghias kapal atau perahu dengan bermacam-macam hiasan yang menarik. Lomba ini selalu mampu menarik minat para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Kegiatan ini telah menjadi event tahunan dan diselenggarakan bertepatan dengan hari jadi Kota Probolinggo pada tanggal 4 September.
J&J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Boleh Kasih Masukan Disini???